Quotes

"Kunci kebahagiaan kita bukanlah pada peristiwa dan kejadian yang kita alami tetapi pada jendela yang kita gunakan untuk melihat dunia"
-Arvan Pradiansyah-

Jumat, 24 Oktober 2014

Fallacies (Kesesatan Dalam Berpikir)

PENGERTIAN FALLACIES

Falasi berasal dari fallacia atau falaccy dalam bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’. Falasi didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Ia juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana dengan ‘ngawur’.

Begitu banyak manusia yang terjebak dalam lumpur falasi, sehingga diperlukan sebuah aturan baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok dalam sesat pikir yang berakibat buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya, terlihat seperti berpikir benar dan bahkan bisa mempengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti aturan berpikir yang benar. Karena itu, al-Qur’an sering kali mencela bahwa ‘sebagian besar manusia tidak berakal’, tidak berpikir’, dan sejenisnya.

Falasi sangat efektif dan manjur untuk melakukan sejumlah aksi amoral, seperti mengubah opini publik, memutar balik fakta, pembodohan publik, provokasi sektarian, pembunuhan karakter, memecah belah, menghindari jerat hukum, dan meraih kekuasaan dengan janji palsu.

Ada beberapa hal yang mengakibatkan kesalahan berfikir dan itu sering tidak disadari orang, baik orang yang berfikir sendiri, maupun orang yang mengikuti buah pikiran itu. Ini pun dalam logika dirumuskan dan diberi nama. Sebelum kamu memajukan hal-hal yang betul-betul merupakan kesalahan berfikir, kami sebut dulu dua hal yang sebetulnya bukan kesalahan, tetapi sering membingungkan dan disalahgunakan, untuk membawa orang lain ke konklusi yang salah.

Di dalam logika deduktif, kita dengan mudah memperoleh kesesatan karena adanya kata-kata yang disebut homonim, yaitu kata yang memiliki banyak arti yang dalam logika biasanya disebut kesalahan semantik atau bahasa. Kesalahan semantik itu dapat pula disebut ambiguitas. Adapun untuk menghindari ambiguitas dapat dengan berbagai cara, misalnya menunjukkan langsung adanya kesesatan semantik dengan mengemukakan konotasi sejati. Memilih kata-kata yang hanya arti tunggal, menggunakan wilayah pengertian yang tepat, apakah universal atau partikular. Dapat juga dengan konotasi subyektif yang berlaku khusus atau obyektif yang bersifat komprehensif.

Kesesatan di dalam logika induktif dapat dikemukakan seperti prasangka pribadi, pengamatan yang tidak lengkap atau kurang teliti, kesalahan klasifikasi atau penggolongan karena penggolongannya tidak lengkap atau tumpang tindih maupun masih campur aduk. Kesesatan juga bisa terjadi pada hipotesis karena suatu hipotesis bersifat meragukan yang bertentangan dengan fakta. kemudian yang berkaitan dengan sebab adalah antiseden yang tidak cukup, dan analisis yang perbedaannya tidak cukup meyakinkan. Tidak cukupnya perbedaan itu menjadikannya suatu kecenderungan homogen, masih pula terdapat kebersamaan yang sifatnya kebetulan. Kesalahan juga terjadi karena generalisasi yang tergesa-gesa, atau analogi yang keliru. Kesalahan juga terjadi karena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari. Sebuah argumen yang premis-premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulannya merupakan argumen yang “salah” sekalipun semua premisnya itu mungkin benar.

Macam – macam kesesatan atau kekeliruan dalam berpikir yang sering terjadi :

A. KEKELIRUAN FORMAL

Adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logika mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen. Macam – macam kesesatan formal :

1. Fallacy of Four Terms (Kekeliruan Karena Menggunakan Empat Term)

Kesesatan berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena term penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharuskan hanya tiga term.
Contoh :
Semua perbuatan mengganggu orang lain diancam dengan hukuman. Menjual barang di bawah harga tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang lain. Jadi menjual harga di bawah tetangganya diancam dengan hukuman       

Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan. Orang berpenyakit panu adalah membuat penularan penyakit, jadi harus diasingkan.

2. Fallacy of Unditributed Middle (Kekeliruan Karena Kedua Term Penengah Tidak Mencakup) 
Contoh :
Orang yang terlalu banyak belajar kurus. Dia kurus sekali, karena itu tentulah ia banyak belajar. Semua anggota PBB adalah Negara merdeka. Negara itu tentu menjadi anggota PBB karena memang negara merdeka.

3. Fallacy of Illicit Process (Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar)

Kekeliruan berfikir karena term premis tidak mencakup (undistributed) tetapi dalam konklusi mencakup.
Contoh :
Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura, karena iitu ia bukan binatang melata.

Kuda adalah binatang, sapi bukan kuda jadi ia bukan binatang.

4. Fallacy of Two Negative Premises (Kekeliruan Karena Menyimpulkan daru Dua Premis yang Negatif)

Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative. Apabila terjadi demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi.
Contoh :
Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertontonkan dan tidak satu pun drama Shakespeare mudah dipertontonkan, maka semua drama Shakespeare adalah baik.

Tidak satu pun barang yang baik itu murah dan semua barang di toko itu adalah tidak murah, jadi kesemua barang di toko itu adalah baik.

5. Fallacy of Affirming the Consequent (Kekeliruan Karena Mengakui Akibat)

Kekeliruan berfikir dalam silogisme hipoteka karena membenarkan akibat kemudian membenarkan pula akibatnya.
Contoh :
Bila kita bisa berkendaraan secapat cahaya, maka kita bisa mendarat di bulan. Kita telah dapat mendarat di bulan berarti kita telah dapat berkendaraan secepat cahaya.

Bila pecah perang harga barang-barang baik. Sekarang harga naik, jadi perang telah pecah.

6. Fallacy of Denying Antecedent (Kekeliruan Karena Menolak Sebab)

Kekeliruan berfikir dalah silogisme hipoteka karena mengingkari sebab kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana.
Contoh :
Bila permintaan bertambah harga naik. Nah, sekarang permintaan tidak bertambah, jadi harga naik.

Bila datang elang maka ayam berlarian, sekarang elang tidak datang, jadi ayam tidak berlarian.

7. Fallacy of Disjunction (Kekeliruan dalam Bentuk Disyungtif)

Kekeliruan berfikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari alternative pertama, kemudian membenarkan alternative lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran alternative pertama, bisa juga tidak terlaksananya alternative yang lain.
Contoh :
Dia lari ke Jakarta atau ke Bandung. Ternyata tidak di Bandung, berarti dia ada di Jakarta. (Dia bisa tidak di Bandung maupun di Jakarta)

8. Fallacy of Inconsistency (Kekeliruan Karena tidak Konsisten)

Kekeliruan berfikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang diakui sebelumnya.
Contoh :
Tuhan adalah Maha kuasa, karena itu Ia bisa menciptakan Tuhan lain yang lebih kuasa dari Dia.



B. KEKELIRUAN INFORMAL

1. Fallacy of Hasty Generalization (Kekeliruan Karena Membuat Generalisasi yang Terburu-buru)

Kekeliruan berfikir karena tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu mengambil kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit, sehinggga kesimpulan yang ditarik melampau batas lingkungannya.
Contoh :
Dia orang Islam mengapa membunuh. Kalau begitu orang Islam memang jahat.

Panen di kabupaten itu gagal, kalau begitu tahun ini Indonesia harus mengimpor beras.

2. Fallacy of Forced Hypothesis (Kekeliruan Karena Memaksakan Praduga)

Kekeliruan berfikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan.
Contoh :
Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya. Seseorang menyatakan bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu percekcokan karena diketahuinya selama ini orang itu kurang harmonis hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan besi pagar.

3. Fallacy of Begging the Question (Kekeliruan Kerna Mengundang Permasalahan)

Kekeliruan berfikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus dibuktikan dahulu kebenarannya.
Contoh :
Surat kabar X merupaka sumber informasi yang reliable, karena beritanya tidak pernah basi. (Di sini orang hendak membuktikan bahwa surat kabar X memang merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya berdasarkan pemberitaannya yang up to date, tanpa dibuktikan pemberitaannya memang dapat diuji kebenarannya).

4. Fallacy of Circular Argument (Kekeliruan Karena Menggunakan Argumen yang Berputar)

Kekeliruan berfikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian konklusi tersebut dijadikan premis sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen berikutnya.
Contoh :
Ekonomi Negara X tidak baik karena banyak pegawai yang korupsi. Mengapa banyak pegawai yang korupsi? Jawabnya karena ekonomi Negara kurang baik.

5. Fallacy of Argumentative Leap (Kekeliruan Karena Berganti Dasar)

Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturunkan dari premisnya. Jadi mengambil kesimpulan melompat dari dasar semula.
Contoh :
Ia kelak menjadi mahaguru yang cerdas, sebab orang tuanya kaya.

Pantas ia cantik karena pendidikannya tinggi.

Bentuk tulisannya bagus, jadi ia adalah anak yang pandai.

6. Fallacy of Appealing to Authority (Kekeliruan Karena Mendasarakan pada Otoritas)

Kekeliruan berfikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau kehormatan seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas ahli tersebut.
Contoh :
Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan demikian. (Dokter Haris adalah ahli kesehatan, bukan insinyur bangunan).

7. Fallacy of Appealing to Force (Kekeliruan Karena Mendasarkan Diri pada Kekuasaan)

Kekeliruan berfikir karena berargumen dengan kekuasaan yang dimiliki, seperti menolak pendapat/argumen seseorang dengan menyatakan:
Kau masih juga membantah pendapatku. Kau baru satu tahun duduk dibangku perguruan tinggi, aku sudah lima tahun.

8. Fallacy of Abusing (Kekeliruan Karena Menyerang Pribadi)

Kekeliruan berfikir karena menolak argumen yang dikemukakan seseorang dengan menyerang pribadinya.
Contoh :
Jangan dengarkan gagasan dia tentang konsep kemajuan desa ini. Waktu ia menjabat kepala desa di sini ia menyelewengkan uang Bandes (Bantuan Desa).

9. Fallacy of Ignorance (Kekeliruan Karena Kurang Tahu)

Kekeliruan berfikir karena menganggap bila lawan bicara tidak bisa membuktikan kesalahan argumentasinya, dengna sendirinya argumentasi yang dikemukakannya benar.
Contoh :
Kalau kau tidak bisa membuktikan bahwa hantu itu ada maka teranglah pendapatku benar, bahwa hantu itu tidak ada.

10. Fallacy of Complex Question (Kekeliruan Karena Pertanyaan yang Ruwet)

Kekeliruan berfikir karena mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak.
Contoh :
Jam berapa kau pulang semalam? (Yang ditanya sebenarnya tidak pergi. Penanya hendak memaksakan pengakuan bahwa yang ditanya semalam pergi).

11. Fallacy of Oversimplification (Kekeliruan Karena Alasan Terlalu Sederhana)

Kekeliruan berfikir karena berargumentasi dengan alasan yang tidak kuat atau tidak cukup bukti.
Contoh :
Kendaraan buatan Honda adalah terbaik, karena paling banyak peminatnya.

12. Fallacy of Accident (Kekeliruan Karena Menetapkan Sifat)

Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat bukan keharusan yang ada pada suatu benda bahwa sifat itu tetap ada selamanya.
Contoh :
Daging yang kita makan hari ini adalah dibeli kemarin. Daging yang dibeli kemarin adalag daging mentah. Jadi hari ini kita makan daging mentah.

13. Fallacy if Irrelevent Argument (Kekeliruan Karena Argumen yang Tidak Relevan)

Kekeliruan berfikir karena mengajukan argument yang tidak ada hubungannya dengan masalah yang menjadi pokok pembicaraan.
Contoh :
Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkau mau telanjang berangkat ke perjamuan itu?

14. Fallacy of False Analogy (Kekeliruan Karena Salah Mengambil Analogi)

Kekeliruan berfikir karena menganalogikan dua permasalahan yang kelihatannya mirip, tetapi sebenarnya berbeda secara mendasar.
Contoh :
Seniman patung memerlukan bahan untuk menciptakan karya-karya seni, maka Tuhan pun memerlukan bahan dalam menciptakan alam semesta.

15. Fallacy of Appealing to Pity (Kekeliruan Karena Mengundang Belas Kasihan)

Kekeliruan berfikir karena menggunakan uarain yang sengaja menarik belas kasihan untuk mendapatkan konklusi yang diharapkan.
Uraian itu sendiri tidak salah tetapi menggunakan uraian-uraian yang menarik belas kasihan agar kesimpulan menjadi lain. Padahal masalahnya berhubungan dengan fakta, bukan dengan perasan inilah letak kekeliruannya. Kekeliruan pikir ini sering digunakan dalam peradilan oleh pembela atau terdakwa, agar hakim memberikan keputusan yang sebaik-baiknya, seperti pembelaan Clarence Darrow, seorang penasihat hukum terhadap Thomas I Kidd yang dituduh bersekongkol dalam beberapa perbuatan criminal dengan mengatakan sebagai berikut :

Saya sampaikan pada anda (para yuri), bukan untuk kepentingan Thomas Kidd tetapi menyangkut permasalahan yang panjang, ke belakang ke masa yang sudah lampau maupun ke depan masa yang akan datang, yang menyangkut seluruh manusia di bumi. Saya katakan pada anda bukan untuk Kidd, tetapi untuk mereka yang bangun pagi sebelum dunia menjadi terang dan pulang pada malam hari setelah langit diteraingi bintang-bintang, mengorbankan kehidupan dan kesenangnnya, bekerja berat demi terselenggarakannya kemakmuran dan kebesaran, saya sampaikan pada anda demi anak-anak yang sekarang hidup maupun yang akan lahir.




Sumber :  http://id.wikipedia.org/wiki/Kesesatan


Logic (Logika)


Pengertian logika

Secara etimologi (bahasa) logika berasal dari bahasa Yunani data kata logika, kata sifat dari logos yang berarti kata atau pikiran yang benar, jadi kalau ditinjau dari segi bahasa semata ilmu logika adalah pengetahuan tentang berkata benar. Oleh karena itu dalam bahasa arab ilmu logika ini dinamakan ilmu mantiq yang berarti ilmu tentang bertutur kata yang benar.

Sedangkan menurut terminologi (istilah) ilmu logika adalah pengetahuan yang istematis sekaligus mempelajari tentang aturan-aturan dan hukum-hukum berpikir yang dapat mengantarkan manusia pada kebenaran berpikir.

Kegunaan Ilmu Logika

Ada enam kegunaan ilmu logika :

1.  Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2.  Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3.  Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
4.  Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis.
5.  Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan, serta kesesatan.
6.  Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.

 ilmu logika tidak akan pernah tercapai oleh seseorang kebenaran secara ilmiah tanpa melalui aturan-aturan atau hukum-hukum yang telah tertera di dalam buku ilmu logika tersebut. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Aristoteles logika merupakan alat bagi seluruh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pula, barang siapa telah mempelajari logika, sesungguhnya ia telah menggengam master key untuk membuka semua pintu masuk ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Maka dari itu ilmu logika bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang pasti terbukti tersusun secara sistematis tentang asas-asas agar yang menentukan pemikiran yang sehat dan benar serta lurus. Seperti ilmu kimia misalnya menyelidiki hukum-hukum yang berlaku. Untuk susunan atau reaksi-reaksi materi. Maka demikian ilmu logika, menyelidiki, merumuskan, membuktikan dan menerapkan hukum yang harus dapat ditaati untuk dapat berpikir dengan tepat dan teratur.


Macam-Macam Ilmu Logika


a)  Logika Makna Luas dan Logika Makna Sempit

      Menurut John C. Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas dan dalam artian yang sempit, Dalam arti sempit, istilah tersebut dipakai seperti dengan logika deduktif atau logika formal, sedangkan dalam arti yang lebih luas, pemakaianya mencakup kesimpulan dari berbagai bukti dan bagaimana sistem-sistem penjelasanya disusun dalam ilmu alam serta meliputi pembahasan mengenai logika itu sendiri. Dalam arti luas logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat sekaligus, seperti pernah dilakukan oleh Piper dan Ward berikut ini :
Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan (logika formal atau logika simbolis)
Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan obyek yang diketahui, ukuran kebenaranya, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemology)
Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi)

b) Logika Deduktif dan Logika Induktif

      Logika yang besifat deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai dari pangkal pikiran sehingga bersifat betul  menurut bentuknya. Dalam logika jenis ini, yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutanya, serta kesesuaianya dengan langkah-langkah dan aturan yang berlaku sehingga penalaran terjadi adalah tepat dan sah. Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asal penalaran yang betul dari sejumlah sesuatu yang  khusus sampai pada sesuatu kesimpulan umumyang bersifat boleh jadi. Penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi adalah bentuk penalaran atau penyimpulan yang berdasar pengamatan terhadap sejumlah kecil hal, atau anggota sesuatu himpunan, untuk tiba pada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku umum.untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan, tetapi yang kesimpulan sesungguhnya hanya bersifat boleh jadi aja.

c)  Logika Formal dan Logika Material

      Logika Formal mempelajari asas ,aturan atau hokum-hukum  berpikir yang harus ditaati, agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasi-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya .
   Logika material mempelajari sumber-sumber dari asalnya pengetahuan,alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.
      Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material dinamakan logika mayor. Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara perpikir untuk mencapai kebenaran.

d) Logika Murni dan Logika Terapan

      Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan  tanpa mempersoalkan arti khusus dalan suatu cabang ilmu dan istilah yang dipakai dalam pernyataan yang dimaksud.
  Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu ,bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari. Apabila sesuai ilmu mengenakan asas dan aturan logika bagi istilah yang ungkapan yang mempunyai khusus dalam bidangnya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah mempergunakan sesuatu logika terapan dari ilmu yang bersangkutan, seperti logika ilmu hayat bagi biologi dan logika sosiologi bagi sosiolog.

e)  Logika Filsafati dan Logika Matematik

      Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika.
      Adapun logika matematika merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematika serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa




Sumber : Sunarji Dahri Tiam, langkah-Langkah Berfikir logis, CV. Bumi Jaya : Pamekasan.

Critical Thinking (Berpikir Kritis)

Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis
http://www.kajianteori.com/wp-content/uploads/2014/02/.jpg

Berpikir kritis didefinisikan sebagai aktivitas disiplin mental untuk berfikir reflektif dan masuk akal untuk mengevaluasi argumen atau proposisi untuk mengambil keputusan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Tidak seperti intelegensi lainnya, berpikir kritis dapat diperbaiki dan dikembangkan, serta tidak tergantung  pada umur. Berpikir kritis juga merupakan suatu kemampuan kognitif dan strategi yang meningkatkan kemungkinan hasil yang diharapkan, berpikir yang bertujuan, beralasan, dan berorientasi pada sasaran. Pemikiran ini mencakup pemecahan masalah, memformulasikan kesimpulan, menghitung kemungkinan, dan membuat keputusan. Para psikolog mengkonseptualisasikan berpikir kritis sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi dan memfokuskan pada proses pembelajaran dan instruksi yang sesuai. Pedagogi kritis menekankan pada kewarganegaraan yang kritis dan demokratis serta pentingnya  pengembangan nilai.

Berpikir kritis tersusun atas kecenderungan perilaku (seperti rasa ingin tahu dan  pemikiran terbuka) dan keterampilan kognitif (seperti analisis, inferensi, dan evaluasi. Kecenderungan perilaku untuk berpikir kritis nampak tidak  berubah, paling tidak selama jangka pendek tertentu. Akan tetapi peningkatan kemampuan berpikirkritis secara signifikandapat terjadi setidaknya selama sembilan minggu. Manfaat akademik dan personal aktivitas berpikir kritis sangat jelas, siswa cenderung mendapatkan hasil yang lebih baik, memiliki penalaran personal yang lebih  baik, dan diperkerjakan dengan baik.

Seseorang yang berpikir secara kritis akan dapat menjawab permasalahan- permasalahan yang penting dengan baik. akan berpikir secara jelas dan tepat. Berpikir kritis tidak sama dengan mengakumulasi informasi. Seorang dengan daya ingat baik dan memiliki banyak fakta tidak berarti seorang pemikir kritis. Seorang pemikir kritis mampu menyimpulkan dari apa yang diketahuinya, dan mengetahui cara memanfaatkan informasi untuk memecahkan masalah, and mencari sumber-sumber informasi yang relevan untuk dirinya. Selain itu, dapat menggunakan ide yang abstrak untuk bisa membuat model  penyelesaian masalah secara efektif. Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis ini adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian (precision), relevansi (relevance), logika berpikir yang digunakan (logic), keluasan sudut pandang (breadth), kedalaman berpikir (depth), kejujuran (honesty), kelengkapan informasi (information) dan bagaimana implikasi dari solusi yang kita kemukakan (implication).

Ciri-ciri berpikir kritis:

1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap kondisi yang ada.

2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan konsekuensi yang logis.

3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks. Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah, disiplin, terkontrol, dan korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan kemampuan komunikasi efektif dan metode  penyelesaian masalah serta komitmen untuk mengubah paradigm egosentris dan sosiosentris kita.


Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:

A. Watak
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang  berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik. 

B. Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau  patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta,  berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.

C. Argumen
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan  pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.

D. Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau  beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.

E. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut  pandang yang berbeda.

F. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi  perkiraan-perkiraan.


Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1). Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut.

A. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: “Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?” ; “Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?” ; “Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!”.
Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita tidak akan dapat  berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.
Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: “Apa yang harus dikerjakan  pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?” Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi, “Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?”.

B. Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan)
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: “Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana cara mengecek kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?” Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon”.



C. Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. “Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?”; “Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)

D. Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan  berikut: “Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan  pertanyaan?”; “Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang  permasalahan?”. Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas  belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.

F. Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan  berikut ini. “Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut  pandang?”; “Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam merespon  pernyataan yang dirumuskan?”; “Menurut pandangan..”; “Seperti apakah  pernyataan tersebut menurut…” Pernyataan yang diungkapkan dapat  memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.

G. Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: “Apakah pengertian telah disusun dengan konsep yang benar?”; “Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya?”. Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita  berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita  berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.

Perbedaan antara pemikir kritis dan bukan pemikir kritis:

1. Pemikir kritis
- Cepat mengidentifikasi informasi yang relevan, memisahkannya dari informasi yang irelevan.
- Dapat memanfaatkan informasi untuk merumuskan solusi masalah atau mengambil keputusan, dan jika perlu mencari informasi tambahan yang relevan.

2. Bukan pemikir kritis
- Mengumpulkan fakta dan informasi, memandang semua informasi sama pentingnya
- Tidak melihat, menangkap, maupun memikirkan masalah inti.

Mengapa berfikir kritis?
- Berpikir kritis memungkinkan anda memanfaatkan potensi anda dalam melihat masalah, memecahkan masalah, menciptakan, dan menyadari diri.

Mengapa Berpikir Kritis Penting, Sehingga Perlu Dipelajari?
- Berpikir kritis merupakan keterampilan universal. Kemampuan  berpikir jernih dan rasional diperlukan pada pekerjaan apapun, ketika mempelajari bidang ilmu apapun, untuk memecahkan masalah apapun,  jadi merupakan aset berharga bagi karir seorang.
- Berpikir kritis sangat penting di abad ke 21. Abad ke 21 merupakan era informasi dan teknologi. Seorang harus merespons perubahan dengan cepat dan efektif, sehingga memerlukan keterampilan intelektual yang fleksibel, kemampuan menganalisis informasi, dan mengintegrasikan  berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah.
- Berpikir kritis meningkatkan keterampilan verbal dan analitik. Berpikir jernih dan sistematis dapat meningkatkan cara mengekspresikan gagasan, berguna dalam mempelajari cara menganalisis struktur teks dengan logis, meningkatkan kemampuan untuk memahami.
- Berpikir kritis meningkatkan kreativitas. Untuk menghasilkan solusi kreatif terhadap suatu masalah tidak hanya perlu gagasan baru, tetapi gagasan baru itu harus berguna dan relevan dengan tugas yang harus diselesaikan. Berpikir kritis berguna untuk mengevaluasi ide baru, memilih yang terbaik, dan memodifikasi bisa perlu.
- Berpikir kritis penting untuk refleksi diri. Untuk memberi struktur kehidupan sehingga hidup menjadi lebih berarti (meaningful life), maka diperlukan kemampuan untuk mencari kebenaran dan merefleksikan nilai dan keputusan diri sendiri. Berpikir kritis merupakan meta-thinking skill, ketrampilan untuk melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap nilai dan keputusan yang diambil, lalu dalam konteks membuat hidup lebih berarti melakukan upaya sadar untuk menginternalisasi hasil refleksi itu ke dalam kehidupan sehari-hari.