Rabu, 3 Desember 2014
![]() |
http://print.kompas.com/getattachment/3f0a12f2-ffd9-419b-9c37-6029ab46e38b/Agustinus-Sardjono-HadisurjoMembuat-Wayang-dengan |
Agustinus Sardjono Hadisurjo adalah
perajin wayang sekaligus dalang tunanetra asal Yogyakarta. Sejak mulai berkarya
tahun 1986, beragam wayang telah dibuat, mulai dari lukisan wayang, wayang
beber, wayang kulit, wayang klithik, dan patung tokoh dari dunia pewayangan. Kehilangan penglihatan sejak berumur
28 tahun tidak menghentikan kecintaan Agustinus Sardjono Hadisurjo (62)
terhadap wayang. Dia tetap berkarya, menggambar, dan menciptakan beragam bentuk
wayang dengan ”mata batin”, perasaan, dan kenangan masa lalunya akan wayang.
Mata orang lain, 15 pekerja dan
keluarga, membantu memperbaikinya. Selebihnya, dia percaya, mata dan tangan
Tuhan yang bekerja. Semua ide dan kreasinya berasal dari kenangan, memori
tentang wayang yang terekam kuat dalam pikirannya sejak masih berusia balita
hingga sebelum dia kehilangan penglihatan. Tetapi proses finishing tetap diserahkan
kepada Sardjono. Dalam proses terakhir ini, dia akan meraba, menyentuh setiap
karya, memastikan apakah setiap lekuk wayang sudah sesuai dengan ide dan
keinginannya. Dalam tahap ”perabaan” ini, Sardjono merasa tangan Tuhan sungguh
bekerja membantunya. ”Entah mengapa, saat meraba, saya selalu bisa menemukan
cacat dan segala kekurangannya,” ujarnya.
Dari proses inilah lahir beragam
seni kerajinan wayang yang memikat. Sekalipun tidak bisa mengingat secara
detail volume produksinya, ratusan produk selalu dibuat setiap bulan. Dari
sinilah, dia mendapatkan omzet Rp 25 juta per bulan. Sebagian karyanya dijual
di pasar domestik dan sebagian lain ke kolektor-kolektor asing di sejumlah
negara, antara lain Hongkong, Amerika Serikat, Belanda, dan Jepang. Penjualan
langsung ini tanpa melalui eksportir. Di rentang 1989-1998, Sardjono telah
mengikuti 50 pameran, dan hingga saat ini mengikuti pameran setidaknya sekali
setiap tahun.
Tahun 1986, Sardjono mengembangkan
usaha membuat sanggar yang diberi nama Sanggar Sardjono Cahyo Tunggal (SCT)
Grup dengan jumlah tenaga kerja saat ini delapan orang. Sardjono juga tetap
aktif di berbagai kegiatan dan organisasi, termasuk di Persatuan Tuna Netra
Indonesia (Pertuni) yang sudah diikutinya sejak kuliah. Kepada rekannya, dia
mengatakan, penyandang cacat, mau tidak mau, sering dipandang remeh oleh
masyarakat. Namun, dia mengingatkan temannya untuk selalu berbesar hati,
menerima kondisi dirinya, tidak rendah diri, apalagi mengeluh.
”Pada hakikatnya, manusia, entah
cacat atau tidak, harus bekerja dan tidak boleh menganggur. Kerja adalah cara
untuk menunjukkan bahwa kita mampu berguna bagi sesama dan mampu bersyukur atas
apa yang kita punya,” ujarnya.
Biografi
♦ Lahir: Gunung Kidul, DIY, 12 Desember 1952
♦ Istri: Sri Suwantini (61)
♦ Anak:
♦ Lahir: Gunung Kidul, DIY, 12 Desember 1952
♦ Istri: Sri Suwantini (61)
♦ Anak:
- Cahyo Roso Tunggal (37)
- Hapsari Aji Sesanti (35)
- Maria Indah Purnani Sarjana (27)
- Yohanes Martiatmo Suryo Widiasmoro (18)
- Hapsari Aji Sesanti (35)
- Maria Indah Purnani Sarjana (27)
- Yohanes Martiatmo Suryo Widiasmoro (18)
♦ Penghargaan:
- Mahasiswa Terbaik Universitas
Negeri Yogyakarta, 1983-1984
- Pelaku Usaha Penyandang Cacat Mandiri Terbaik, 1999
- Community Empowerment Danamon Awards, 2008
- Pelaku Usaha Penyandang Cacat Mandiri Terbaik, 1999
- Community Empowerment Danamon Awards, 2008
Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Regina Rukmorini
Oleh : Renanda Farah Diba Saqinah
(1801444596)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar