Quotes

"Kunci kebahagiaan kita bukanlah pada peristiwa dan kejadian yang kita alami tetapi pada jendela yang kita gunakan untuk melihat dunia"
-Arvan Pradiansyah-

Sabtu, 13 Desember 2014

Sosok Sardjono, Membuat Wayang dengan Mata Batin

Rabu, 3 Desember 2014
http://print.kompas.com/getattachment/3f0a12f2-ffd9-419b-9c37-6029ab46e38b/Agustinus-Sardjono-HadisurjoMembuat-Wayang-dengan

Agustinus Sardjono Hadisurjo adalah perajin wayang sekaligus dalang tunanetra asal Yogyakarta. Sejak mulai berkarya tahun 1986, beragam wayang telah dibuat, mulai dari lukisan wayang, wayang beber, wayang kulit, wayang klithik, dan patung tokoh dari dunia pewayangan. Kehilangan penglihatan sejak berumur 28 tahun tidak menghentikan kecintaan Agustinus Sardjono Hadisurjo (62) terhadap wayang. Dia tetap berkarya, menggambar, dan menciptakan beragam bentuk wayang dengan ”mata batin”, perasaan, dan kenangan masa lalunya akan wayang.

Mata orang lain, 15 pekerja dan keluarga, membantu memperbaikinya. Selebihnya, dia percaya, mata dan tangan Tuhan yang bekerja. Semua ide dan kreasinya berasal dari kenangan, memori tentang wayang yang terekam kuat dalam pikirannya sejak masih berusia balita hingga sebelum dia kehilangan penglihatan. Tetapi proses finishing tetap diserahkan kepada Sardjono. Dalam proses terakhir ini, dia akan meraba, menyentuh setiap karya, memastikan apakah setiap lekuk wayang sudah sesuai dengan ide dan keinginannya. Dalam tahap ”perabaan” ini, Sardjono merasa tangan Tuhan sungguh bekerja membantunya. ”Entah mengapa, saat meraba, saya selalu bisa menemukan cacat dan segala kekurangannya,” ujarnya.

Dari proses inilah lahir beragam seni kerajinan wayang yang memikat. Sekalipun tidak bisa mengingat secara detail volume produksinya, ratusan produk selalu dibuat setiap bulan. Dari sinilah, dia mendapatkan omzet Rp 25 juta per bulan. Sebagian karyanya dijual di pasar domestik dan sebagian lain ke kolektor-kolektor asing di sejumlah negara, antara lain Hongkong, Amerika Serikat, Belanda, dan Jepang. Penjualan langsung ini tanpa melalui eksportir. Di rentang 1989-1998, Sardjono telah mengikuti 50 pameran, dan hingga saat ini mengikuti pameran setidaknya sekali setiap tahun.

Tahun 1986, Sardjono mengembangkan usaha membuat sanggar yang diberi nama Sanggar Sardjono Cahyo Tunggal (SCT) Grup dengan jumlah tenaga kerja saat ini delapan orang. Sardjono juga tetap aktif di berbagai kegiatan dan organisasi, termasuk di Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) yang sudah diikutinya sejak kuliah. Kepada rekannya, dia mengatakan, penyandang cacat, mau tidak mau, sering dipandang remeh oleh masyarakat. Namun, dia mengingatkan temannya untuk selalu berbesar hati, menerima kondisi dirinya, tidak rendah diri, apalagi mengeluh.

”Pada hakikatnya, manusia, entah cacat atau tidak, harus bekerja dan tidak boleh menganggur. Kerja adalah cara untuk menunjukkan bahwa kita mampu berguna bagi sesama dan mampu bersyukur atas apa yang kita punya,” ujarnya.

Biografi
Lahir: Gunung Kidul, DIY, 12 Desember 1952
Istri: Sri Suwantini (61)
Anak:
- Cahyo Roso Tunggal (37)
- Hapsari Aji Sesanti (35)
- Maria Indah Purnani Sarjana (27)
- Yohanes Martiatmo Suryo Widiasmoro (18)
♦  Penghargaan:
- Mahasiswa Terbaik Universitas Negeri Yogyakarta, 1983-1984
- Pelaku Usaha Penyandang Cacat Mandiri Terbaik, 1999
- Community Empowerment Danamon Awards, 2008



Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Regina Rukmorini

Oleh : Renanda Farah Diba Saqinah (1801444596)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar