Quotes

"Kunci kebahagiaan kita bukanlah pada peristiwa dan kejadian yang kita alami tetapi pada jendela yang kita gunakan untuk melihat dunia"
-Arvan Pradiansyah-

Selasa, 25 November 2014

Sosok Maria yang Totalitas Melayani Pasien

Jum;at, 21 November 2014
http://print.kompas.com/getattachment/c0dc4c77-52b0-4c87-990a-ea57816d24d8/Maria-Yosephina-Melinda-GamparTotalitas-Melayani-P
Tidak ada pasien yang pernah dilayani dr Maria Yosephina Melinda Gampar yang bisa melupakan keramahannya saat memberikan pelayanan kesehatan. Ternyata, obat bukan segala-galanya yang bisa menyembuhkan pasien. Meski jenis obat yang diberikan merupakan obat umum yang biasa dikonsumsi pasien, jika obat itu diberikan dengan penuh pelayanan, yakni dengan senyum, keramahan, keyakinan, dan ketulusan hati, pasien yang bersangkutan punya keyakinan untuk cepat sembuh.

Hubungan emosional antara dokter dan pasien dipahami benar oleh dr Melinda dalam tugas pelayanan setiap hari. Pasien yang datang ke puskesmas memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap sang dokter atau paramedis. Tidak mengherankan jika setiap petunjuk, nasihat, resep obat, dan pola hidup sehat yang disampaikan sang dokter ditaati oleh pasien sesuai kemampuan mereka.
Dr Melinda memilih waktu petang. Ia tidak ingin waktu untuk melayani pasien yang sedang rawat jalan jadi berkurang. ”Saya dipanggil menjadi dokter hanya karena ada orang sakit atau pasien. Tanpa mereka, tugas dan fungsi saya tidak bermakna sama sekali. Karena itu, pasien selalu saya prioritaskan dalam tugas dan pelayanan,” kata dr Melinda.

Kepedulian terhadap pasien itu pulalah yang membuat tim seleksi dokter teladan tingkat Provinsi NTT menetapkan dr Melinda sebagai dokter teladan tingkat provinsi tahun 2012. Namun, menurut dr Melinda, apa yang dilakukan masih jauh dari kemampuan yang harus diberikan kepada pasien. Lagi pula, pengabdian dan pelayanan yang dijalankan bukan untuk mendapatkan penghargaan atau predikat apa pun, melainkan semata-mata melayani pasien.
 
Maria Yosephina Melinda Gampar
♦ Lahir: Kupang, 7 Agustus 1980
♦ Pendidikan terakhir: Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya, Jakarta, 2006
♦ Penghargaan: Dokter teladan tingkat provinsi 2012
♦ Pekerjaan: Dokter pada Puskesmas Labuan Bajo
Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Kornelis Kewa Ama
Oleh : Renanda Farah Diba Saqinah (1801444596)

Sosok Happy Pencipta Sambel Encim Lombok Merambah Pasar

Selasa, 25 November 2014

http://print.kompas.com/getattachment/6c3cfa56-786c-492d-be61-c4ded02a3f58/Happy-NataliaSambel-Encim-Lombok-Merambah-Pasar
Happy memulai usahanya dengan bereksperimen, membuat sambal cair orisinal rasa super pedas. Sambal yang berbahan baku cabai rawit, bawang merah, bawang putih, garam, gula, dan rempah-rempah lainnya rupanya punya cita rasa khas. Semua bahan itu diracik dan digiling hingga lembut, lantas ditumis dengan sedikit minyak goreng. Hasil uji coba sambal ini kemudian diberikan kepada teman dan tetangganya untuk dicicipi. Ternyata, sambal ini mendapat respons positif. Mereka merasa ketagihan dan sambal itu punya cita rasa yang mampu menggugah selera dan jadi ”teman” makan yang pas.

Pada 2011, Happy mulai mengemas sambal cair tersebut dalam botol ukuran 70 gram. Meski belum membuat banyak, ia tidak menyangka bahwa teman-temannya menyukai sambal botol yang dijualnya seharga Rp 25.000 per botol. Untuk menjangkau pasar yang lebih luas, Happy kemudian memanfaatkan media jejaring sosial untuk memasarkan produknya. Pesanan pun berdatangan dari sejumlah kota di Indonesia, seperti Jakarta, Bogor, Tengerang dan Surabaya.

Happy seperti tidak pernah kehabisan ide, ia kemudian mencoba membuat sambal dengan rasa yang berbeda. Beragam varian rasa di antaranya sambal terasi taliwang (pedas), cabai hijau (pedasnya sedang), ebi (pedas), ikan asap (pedas), rendang (pedas), dan rumput laut (pedas). Belakangan, Happy juga mencoba membuat abon kering: abon cabai kering orisinal (super pedas), abon cabai kedelai (pedas), dan abon jagung (pedas).


Dari modal awal Rp 1,5 juta yang, antara lain, dipergunakan untuk membeli peralatan kerja dan bahan baku, setelah tiga tahun berselang, omzet produksinya saat ini mencapai Rp 25 juta sebulan. Dari bekerja sendiri, saat ini Happy sudah merekrut lima warga sekitar tempat tinggalnya untuk bekerja membantu produksi sambal kemasan.

Ternyata, hasil racikan Happy tidak hanya berhenti sekadar sambal. Ia juga membuat beragam kuliner kemasan, yang tentu saja selalu dilengkapi dengan sambal. Salah satu kuliner andalannya adalah produk ayam penyet khas Lombok (di Jakarta dikenal sebagai ayam ungkep). Rasa ayam ini amat pas karena ”jodohnya” dengan sambal. Cara menyantapnya juga akan lebih pas kalau dicocol dengan Sambal Encim.
Satu kemasan yang terdiri dari satu paha dan satu dada ayam dijual dengan harga Rp 30.000. 

Happy Natalia
♦ Lahir:  Jakarta, 12 Desember 1972; anak pertama dari 2 bersaudara 
♦ Orangtua: Suganda Wijaya-Ani 
♦ Suami: Husni Hakim 
♦ Pendidikan: 
- SDN Guntur Jakarta tamat 1986 
- SMP Yaspen Jakarta tamat 1989  
- SMA Yaspen Jakarta tamat 1992 
- STIE Jakarta tamat 1995/2000 
♦ Prestasi:
- Juara 1 Lomba akting Festival Film Indonesia pada 2005, 
- Finalis Wirausaha Bank Indonesia tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2014
 
 
Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Khaerul Anwar
Oleh : Renanda Farah Diba Saqinah (1801444596)

Sabtu, 01 November 2014

Sosok Andi Muhammad Aslam, Melawan Narkoba dan HIV/AIDS

Rabu, 29 Oktober 2014

 http://print.kompas.com/getattachment/0de29590-5567-4c93-be0c-5ac757fedf0f/Andi-Muhammad-AslamMelawan-Narkoba-dan-HIV-AIDS

Pada tahun 2002, Aslam menjejak Bontang, kota kecil yang berjarak 100 kilometer dari ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda. Dia berniat hanya jalan dan keluyuran di kota itu. Namun, saat itu Aslam malah terkesima oleh kawasan prostitusi Prakla. Semakin lama keluyuran, ia semakin penasaran dengan ”isi dapur” kawasan prostitusi itu, juga dinamika hariannya. ia tak bosan-bosan menggali cerita dari para pekerja seks komersial (PSK), mucikari, preman, dan siapa pun yang dia temui.

Ada setumpuk cerita dikumpulkan, lalu dianalisis dengan sudut pandangnya. Prostitusi tak hanya tentang PSK dan pria hidung belang, tetapi juga tentang hiruk-pikuk keseharian. Ada minuman keras di sana, narkoba, kekerasan seksual, pemerasan, masalah keluarga, hingga air mata. Bontang saat itu masih sepi. Tetapi kota ini salah satu tujuan para awak kapal, juga para pekerja, untuk berbelanja, dan tentu saja berwisata seks. Dan disini juga ada suatau bahay seperti HIV/AIDS. Namun, belum ada yang menyuarakan karena yang gencar baru isu lingkungan.

Namun, saat itu, HIV/AIDS ataupun penyalahgunaan narkoba masih belum menjadi perhatian. Topik soal kesehatan belum diobrolkan antar-PSK karena mereka masih berkutat pada kompetisi mendapat konsumen karena itu terkait duit. PSK tak peduli apa yang mereka terima dan rasakan. Kalau tamu mengajak begadang, minum-minum, dugem, dan sampai mabuk, mereka harus mau. Kemudian, Aslam menyampaikan soal HIV/AIDS dan apa bahayanya. Namun, ia tidak sampai pada anjuran agar mereka langsung keluar dari pekerjaan sebagai PSK karena bukan hal mudah. Karena itu, Aslam memilih menyentuh dulu masalah keseharian mereka.

”Ketika mereka melayani pelanggan sampai mabuk, dan asal main oplos, saya bilang bahwa efek minuman keras itu bisa memecahkan pembuluh darah. Kamu akan sakit, atau bahkan bisa opname. Artinya lagi, itu butuh uang banyak. Kalau opname, berarti tidak bisa bekerja lagi,” ujar Aslam.

Menurut Aslam PSK adalah orang yang depresi. Mereka bisa dengan mudah lari mencari pelampiasan. Dalam hal ini, minuman keras dan narkoba adalah yang paling dekat. Karena itulah Aslam membarengkan penyadaran akan risiko tertular HIV/AIDS bersamaan dengan narkoba.

Tahun 2003, setelah dua tahun, Pemerintah Kota Bontang Sofyan Hasdam rupanya memperhatikan apa yang diupayakan Aslam dan mendapat dana dari wali kota itu. Uang tersebut dipakai untuk menyewa rumah dan mendirikan lembaga advokasi dan rehabilitasi sosial, yang diberi nama Yayasan Laras. Kemudian Aslam mengajak beberapa teman nya untuk memberikan konseling kepada para PSK agar mengetahui isi curahan hati PSK sebenarnya. Dan tak terhitung berapa PSK dan pencandu narkoba yang rutin curhat akhirnya meninggal. Upaya yang dibangun berbulan-bulan untuk ”menyadarkan” akhirnya kandas.

Dari 100 PSK yang mengikuti konseling yang akhirnya bisa meninggalkan pekerjaan itu maksimal mungkin dua orang. ”Sebab, kenyataannya, PSK yang punya skill dan punya pekerjaan lain, ya, tetap nyambi jadi PSK agar pemasukan hariannya ada,” ujarnya. Namun, Aslam sudah merencanakan ”perang sampai akhir” untuk upaya penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba. Sesuatu yang baik pasti akan ada hasilnya. Pasti ada hasilnya ketika sudah 30.000 lebih orang pernah berkonsultasi ke Laras sejak yayasan ini berdiri 11 tahun lalu.

”Prevalensi narkoba di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 3,1 persen, nomor tiga di tingkat nasional. Artinya, dari 100 warga, 3 orang pemakai narkoba. Dari 3,5 juta warga Kaltim-Kaltara, ada 100.000 pengguna narkoba. Di sisi lain, jumlah PSK tak terhitung. Perang belum usai,” ujar Aslam.

Biografi
Lahir: Parepare, 31 Agustus 1975
Istri: Jamila (29)
Anak: Tentri Tatta (2,5 tahun) dan Patingaloang (1 bulan)
Jabatan: Direktur Yayasan Laras
Pendidikan: - SDN 34 Parepare, SMPN 1 Patrio Bulu Pinrang, SMAN 1 Parepare- Jurusan Administrasi Negara Universitas Hasanuddin (tidak selesai)
Penghargaan yang Diterima:- Akhir Juni 2014, penghargaan dari Wakil Presiden Boediono sebagai tokoh penggiat penanggulangan penyalahgunaan narkoba, bertepatan dengan Hari Antinarkotika Internasional- Tahun 2008, Pemuda Peduli Sosial, penghargaan dari Gubernur Kaltim- Tahun 2007, Pemuda Peduli Sosial, penghargaan dari Wali Kota Bontang- Tahun 2006, penghargaan dari Bank Pembangunan Islam Bidang Pengembangan Civil Society dengan Pemerintah


Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Lukas Adi Prasetyo
Oleh : Renanda Farah Diba Saqinah (1801444596)

Sosok Emul Mulyadi

Sabtu, 1 November 2014

http://print.kompas.com/getattachment/732c2176-1df2-4c49-9474-abe732818ce6/

Pada suatu siang di bulan Juli 2012 sulit dilupakan Emul. Kayu bakar sudah dilemparkan beberapa orang ke rumahnya di Desa Rajadatu, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sepercik kecil api cukup untuk membakar rumahnya. Itu menggenapi ancaman yang kerap datang kepadanya.

Pemicunya adalah penolakan warga terkait rencana dia membuat peternakan ayam petelur. Warga termakan hasutan sebagian orang yang mengatakan, kandang ayam menimbulkan polusi bau dan penyakit.
Namun, Emul tak gentar. Dalam beberapa kali pendekatan terhadap warga, dia memastikan kandang akan rutin dibersihkan dari kotoran ayam. Sebagian kotoran itu akan dia gunakan untuk pupuk tanaman jagung. Sementara jagung menjadi salah satu makanan ayam.

Dia juga memaparkan, peternakan ayam tak sekadar mencari untung pribadi. Kecamatan Cineam dia pilih karena di kawasan ini banyak lahan telantar. Selain itu, minimnya mata pencarian yang layak juga membuat banyak pemuda merantau ke kota meskipun tak punya bekal keahlian.

Tekad kuat Emul itu berbuah hasil delapan bulan kemudian. Warga memberinya kesempatan. Bersama rekan-rekan dalam komunitas wirausaha Sukapura Inc, dia membangun kandang ayam petelur berukuran 25 meter x 50 meter. Jagung ditanam di lahan telantar seluas 4 hektar. Belakangan, ikan lele dan ikan koi pun dipelihara.

Emul tak lupa janjinya. Warga diajaknya terlibat dalam usaha ini, mulai dari pembangunan kandang hingga transfer ilmu cara memelihara ayam yang baik. Pengetahuan itu dia dapat selama enam tahun bekerja pada perusahaan susu nasional sebagai konsultan nutrisi. Pengalaman itu membuat Emul leluasa berbicara tentang pentingnya kesehatan kandang.

Walaupun banyak rintangan yang di hadapi serta besarnya kerugian, Emul tetap tidak putus usaha. Sampai usahanya terus berkembang dari 800 ayam bisa dihasilkan sekitar 40 kilogram telur per hari. Keberhasilannya mulai menarik minat warga. Tak sedikit dari mereka yang dulu menentang niatnya, lalu berbesar hati belajar memelihara ayam. Emul pun menyambut mereka. Untuk menghemat modal, ia mempersilakan warga menggunakan kandang bersama. Petani penanam jagung pun dijamin hasil panennya akan dibeli. ”Kini, sedikitnya 200 orang terlibat dalam memelihara ayam dan menanam jagung. Penghasilan mereka rata-rata Rp 1,5 juta per bulan atau dua kali lipat daripada sebelunnya,” katanya.

Emul Mulyadi 
♦ Lahir: Ciamis, Jawa Barat, 13 Januari 1981
♦ Pendidikan: SMAN 3 Tasikmalaya, Jawa Barat, lulus 2001


Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Cornelius Helmy
Oleh : Renanda Farah Diba Saqinah (1801444596)