Quotes

"Kunci kebahagiaan kita bukanlah pada peristiwa dan kejadian yang kita alami tetapi pada jendela yang kita gunakan untuk melihat dunia"
-Arvan Pradiansyah-

Rabu, 28 Januari 2015

Pemuda Kendur Menghibur Dunia

Selasa, 27 Januari 2015
http://print.kompas.com/getattachment/887a0aa2-6a51-4209-97e1-07fb470c9df3/Mac-DemarcoPemuda-Kendur-Menghibur-Dunia
Mac Demarco datang ke Jakarta untuk menggelar konser yang digarap Prasvana dan Studiorama, Kamis (22/1). Konsernya diadakan di Level II, klub musik di kawasan pusat bisnis SCBD yang sangat sibuk. Harga tiketnya Rp 395.000 per orang, tetapi tetap laris. Sekitar 750 muda-mudi menyaksikan dia dan bernyanyi bersama.

Di panggung, Mac tampil memakai kaus oblong hijau tua yang nyaris belel. Kaus itu sama dengan yang ia pakai saat ditemui di ruang karaoke siang harinya. Dari banyak foto konsernya, Mac sepertinya tidak punya kostum khusus manggung. Apa yang dipakai hari itu, itulah yang bakal terlihat di pentas. Ia seperti remaja kebanyakan yang mungkin sering kita jumpai di pengkolan gang atau di halte bus. Sama sekali tidak terlihat bahwa ia adalah bintang baru di kancah musik pop internasional.

Gaya pakaian penontonnya meniru gaya slebornya, kaus belel, sepatu kets, lengkap dengan topi bisbol. Sebagian lagi rapi dan wangi. Tidak bisa disangkal bahwa ia sudah mengecap popularitas sehingga banyak orang meniru gaya berpakaiannya. Mac mewakili gaya kaum muda seusianya.

Di panggung. Ia begitu santai merombak lagu ”Du Hast” milik band metal Rammstein atau ”Enter Sandman” dari Metallica yang diganti menjadi ”Enter Sandmac”. Ia juga terlihat agak kikuk saat menerima saweran berupa korek api, topi, dan kaus yang dilempar penonton ke panggung. Musikalitasnya berkembang dari nomor rock klasik, seperti milik Steely Dan, Neil Young, Elton John, The Kinks, dan The Beatles. Di panggung ia sempat menirukan cengkok Elton John di lagu ”Candle in the Wind”. Penonton terbahak-bahak.

Album Salad Days yang dilepas 1 April 2014 itu diganjar sebagai salah satu album terbaik sepanjang tahun oleh majalah Spin dan Rolling Stone. Album itu ia buat untuk mengusir kejenuhannya dari tur panjang mengenalkan dua album sebelumnya Rock and Roll Night Club (2012), dan 2 (2012).

Mac kini tinggal di kota metropolitan Brooklyn, New York. Ia juga tidak menyangka bisa berada di Indonesia, lalu melanjutkan tur ke Australia dan Selandia Baru, kawasan yang berlawanan kutub dari negara asalnya. Dia juga menjadi bintang tamu di Laneway Festival di Singapura.

Lewat kiprahnya, pemuda ini seolah berpesan bahwa tak apa menjadi norak dan nyeleneh selama bisa menghasilkan karya secara mandiri. ”Enggak apa-apa dikatain kendur juga…,” celetuknya.

Biografi
♦ Nama Lahir: Vernor Winfield Macbriare Smith IV
♦ Lahir: Duncan, British Columbia, Kanada, 30 April 1990
♦ Diskografi
- Rock and Roll Club (2012)
- 2 (2012)
- Live and Acoustic Volume 1 (2013)
- Live at Russian Recording (2013)
- Salad Days (2014)
- Sutradara video klip ”Chamber of Reflection” (2014)
 
 
Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Herlambang Jaluardi
Penulis Review : Renanda Farah Diba Saqinah (1801444596)

Nana Sutisna ”Pekerjaan Itu Pacar Saya…”

Jum'at, 23 januari 2014
http://print.kompas.com/getattachment/b7fdbfa0-0c2d-4980-8ecb-5b005883009a/Nana-Sutisna%E2%80%9DPekerjaan-Itu-Pacar-Saya%E2%80%A6%E2%80%9D
Nana Sutisna (46) tak pernah absen di Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten, yang diwarnai antrean penumpang. Demi kelancaran penyeberangan, dia kerap memantau hingga dini hari, sampai-sampai sebutan ”hantu Pelabuhan Merak” disematkan kepadanya.

Pagi buta menjelang Natal 2014, misalnya, Nana masih terlihat mondar-mandir di Pelabuhan Merak. Dia baru pulang pukul 06.00. ”Baru istirahat sebentar, saya sudah harus kembali lagi ke pelabuhan pukul 09.00. Paling cepat pukul 01.00 atau 02.00 baru pulang,” ujarnya. Bahkan, urusan yang kerap dianggap remeh-temeh, seperti kebersihan toilet, tak luput dari pengamatan Nana. Setiap hari, dua hingga tiga kali dia mengecek toilet.

”Saya tidak yakin kalau tidak mengecek sendiri ke lapangan. Pekerjaan itu saya andaikan pacar agar saya bisa mencintainya. Kalau pacar tidak bosan-bosan. Kangen terus,” ujarnya sambil tertawa. Hasilnya, Pelabuhan Merak terasa nyaman dan bersih. Toilet berkeramik, mengilap karena rutin dipel. Ruang menyusui bayi berpendingin udara dan harum. Demikian pula 10 kursi roda untuk penyandang disabilitas yang tersimpan rapi di salah satu sudut pelabuhan.

Kecintaan terhadap kesyahbandaran tumbuh sejak kanak-kanak seiring seringnya Nana melihat kapal dan pelaut berseragam yang gagah. Seusai sekolah, biasaya Nana tidak langsung pulang. ”Saya senang melihatnya. Ibu sampai mencari-cari. Saya baru sampai di rumah sore,” tuturnya sambil tertawa. 

Biografi
♦ Lahir: Cilegon, Banten, 9 Juli 1968
♦ Istri: Sri Suwarti (40)
♦ Anak :
- Irfan Wahyu Widodo (20)
- Bagus Dwi Bagaskara (13)
- Indah Dwi Lestari (13)
♦ Pendidikan:
- Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Samparwadi, Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, Banten, 1976-1982
- Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Pulomerak, Cilegon, Banten, 1982-1985
- Sekolah Menengah Atas, Yayasan Pendidikan Warga Krakatau Steel (YPWKS), Cilegon, Banten, 1985-1988
- S-1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia Makassar, Sulawesi Selatan, 2004-2008
- Ayah: Ahmad Karlan
- Ibu: Suwuh Lasminah 
- Anak: Panji Hilmansyah, Nadine Pascale, dan Alvy Xavier
 
 
Sumber: Litbang Kompas/PUT, diolah dari berbagai pemberitaan media
Penulis Artikel : Dwi Bayu Radius
Penulis Review : Renanda Farah Diba Saqinah (1801444596)

Kamis, 15 Januari 2015

Harmoni antara Kecerdasan dan Kepedulian

Kamis, 15 Januari 2015
http://print.kompas.com/getattachment/7031fe78-02af-448a-a963-2681acf6e6ac/Joseph-Nayaka-ClarenceHarmoni-antara-Kecerdasan-da
Hampir satu tahun Joseph Nayaka Clarene (18) melatih kelenturan jemarinya demi penampilan solo untuk sebuah konser penggalangan dana kemanusiaan. Hasilnya semua diserahkan kepada Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) yang digunakan untuk membantu anak-anak yang kurang beruntung. Konser yang diadakan pada 29 November 2014 itu berhasil mengumpulkan dana lebih dari Rp 350 juta.

Kepeduliannya pada orang lain, dan nasib orang-orang yang belum beruntung, bermula dari ajakan kenalan ibunya. Waktu itu, Juni 2012, ia sekadar diajak untuk mengisi liburan dengan kegiatan yang berbeda dari yang biasa ia lakukan. Ia diajak untuk mengunjungi masyarakat yang tinggal di daerah kumuh di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

”Saya kaget dengan kondisi tempat tinggal mereka yang amat sempit, tidak bersih, anak-anak kecil hidup dalam keterbatasan, dan secara tiba-tiba timbul rasa kasihan saya pada anak-anak yang tinggal di kawasan itu,” ujar Nayaka yang menjelaskan bahwa pengalaman pertamanya itu amat membekas pada dirinya. Nayaka bersama beberapa temannya kemudian mengajak anak-anak tersebut bermain dan belajar. Ia mengajarkan anak-anak itu tentang matematika, salah satu pelajaran kegemarannya.

”Setelah itu, hampir setiap liburan saya selalu ikut program untuk mengunjungi mereka,” kata Nayaka yang senang bergabung dengan YCAB karena prinsip tiga pilar, Help, Hold, dan Hope.



Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Imam Prihadiyoko
Penulis Review : Renanda Farah Diba Saqinah (1801444596)