![]() |
![]() |
Pada tahun 2002, Aslam menjejak Bontang, kota kecil yang berjarak 100 kilometer dari ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda. Dia berniat hanya jalan dan keluyuran di kota itu. Namun, saat itu Aslam malah terkesima oleh kawasan prostitusi Prakla. Semakin lama keluyuran, ia semakin penasaran dengan ”isi dapur” kawasan prostitusi itu, juga dinamika hariannya. ia tak bosan-bosan menggali cerita dari para pekerja seks komersial (PSK), mucikari, preman, dan siapa pun yang dia temui.
Ada setumpuk cerita dikumpulkan, lalu dianalisis dengan sudut pandangnya. Prostitusi tak hanya tentang PSK dan pria hidung belang, tetapi juga tentang hiruk-pikuk keseharian. Ada minuman keras di sana, narkoba, kekerasan seksual, pemerasan, masalah keluarga, hingga air mata. Bontang saat itu masih sepi. Tetapi kota ini salah satu tujuan para awak kapal, juga para pekerja, untuk berbelanja, dan tentu saja berwisata seks. Dan disini juga ada suatau bahay seperti HIV/AIDS. Namun, belum ada yang menyuarakan karena yang gencar baru isu lingkungan.
Namun, saat itu, HIV/AIDS ataupun penyalahgunaan narkoba masih belum menjadi perhatian. Topik soal kesehatan belum diobrolkan antar-PSK karena mereka masih berkutat pada kompetisi mendapat konsumen karena itu terkait duit. PSK tak peduli apa yang mereka terima dan rasakan. Kalau tamu mengajak begadang, minum-minum, dugem, dan sampai mabuk, mereka harus mau. Kemudian, Aslam menyampaikan soal HIV/AIDS dan apa bahayanya. Namun, ia tidak sampai pada anjuran agar mereka langsung keluar dari pekerjaan sebagai PSK karena bukan hal mudah. Karena itu, Aslam memilih menyentuh dulu masalah keseharian mereka.
”Ketika mereka melayani pelanggan sampai mabuk, dan asal main oplos, saya bilang bahwa efek minuman keras itu bisa memecahkan pembuluh darah. Kamu akan sakit, atau bahkan bisa opname. Artinya lagi, itu butuh uang banyak. Kalau opname, berarti tidak bisa bekerja lagi,” ujar Aslam.
Menurut Aslam PSK adalah orang yang depresi. Mereka bisa dengan mudah lari mencari pelampiasan. Dalam hal ini, minuman keras dan narkoba adalah yang paling dekat. Karena itulah Aslam membarengkan penyadaran akan risiko tertular HIV/AIDS bersamaan dengan narkoba.
Tahun 2003, setelah dua tahun, Pemerintah Kota Bontang Sofyan Hasdam rupanya memperhatikan apa yang diupayakan Aslam dan mendapat dana dari wali kota itu. Uang tersebut dipakai untuk menyewa rumah dan mendirikan lembaga advokasi dan rehabilitasi sosial, yang diberi nama Yayasan Laras. Kemudian Aslam mengajak beberapa teman nya untuk memberikan konseling kepada para PSK agar mengetahui isi curahan hati PSK sebenarnya. Dan tak terhitung berapa PSK dan pencandu narkoba yang rutin curhat akhirnya meninggal. Upaya yang dibangun berbulan-bulan untuk ”menyadarkan” akhirnya kandas.
Dari 100 PSK yang mengikuti konseling yang akhirnya bisa meninggalkan pekerjaan itu maksimal mungkin dua orang. ”Sebab, kenyataannya, PSK yang punya skill dan punya pekerjaan lain, ya, tetap nyambi jadi PSK agar pemasukan hariannya ada,” ujarnya. Namun, Aslam sudah merencanakan ”perang sampai akhir” untuk upaya penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba. Sesuatu yang baik pasti akan ada hasilnya. Pasti ada hasilnya ketika sudah 30.000 lebih orang pernah berkonsultasi ke Laras sejak yayasan ini berdiri 11 tahun lalu.
”Prevalensi narkoba di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 3,1 persen, nomor tiga di tingkat nasional. Artinya, dari 100 warga, 3 orang pemakai narkoba. Dari 3,5 juta warga Kaltim-Kaltara, ada 100.000 pengguna narkoba. Di sisi lain, jumlah PSK tak terhitung. Perang belum usai,” ujar Aslam.
Biografi
♦ Lahir: Parepare, 31 Agustus 1975
♦ Istri: Jamila (29)
♦ Anak: Tentri Tatta (2,5 tahun) dan Patingaloang (1 bulan)
♦ Jabatan: Direktur Yayasan Laras
♦ Pendidikan: - SDN 34 Parepare, SMPN 1 Patrio Bulu Pinrang, SMAN 1 Parepare- Jurusan Administrasi Negara Universitas Hasanuddin (tidak selesai)
♦ Penghargaan yang Diterima:- Akhir Juni 2014, penghargaan dari Wakil Presiden Boediono sebagai tokoh penggiat penanggulangan penyalahgunaan narkoba, bertepatan dengan Hari Antinarkotika Internasional- Tahun 2008, Pemuda Peduli Sosial, penghargaan dari Gubernur Kaltim- Tahun 2007, Pemuda Peduli Sosial, penghargaan dari Wali Kota Bontang- Tahun 2006, penghargaan dari Bank Pembangunan Islam Bidang Pengembangan Civil Society dengan Pemerintah
Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Lukas Adi Prasetyo
Oleh : Renanda Farah Diba Saqinah (1801444596)
sekarang kita tau, bawa di kalimantan Timur itu ternyata banyak prostitusi. Sebaiknya pemerintah segera mengambil tindakan untuk memberantas dan masyarakat di sekitar pun tidak risau.
BalasHapus