Quotes

"Kunci kebahagiaan kita bukanlah pada peristiwa dan kejadian yang kita alami tetapi pada jendela yang kita gunakan untuk melihat dunia"
-Arvan Pradiansyah-

Jumat, 24 Oktober 2014

Fallacies (Kesesatan Dalam Berpikir)

PENGERTIAN FALLACIES

Falasi berasal dari fallacia atau falaccy dalam bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’. Falasi didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Ia juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana dengan ‘ngawur’.

Begitu banyak manusia yang terjebak dalam lumpur falasi, sehingga diperlukan sebuah aturan baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok dalam sesat pikir yang berakibat buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya, terlihat seperti berpikir benar dan bahkan bisa mempengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti aturan berpikir yang benar. Karena itu, al-Qur’an sering kali mencela bahwa ‘sebagian besar manusia tidak berakal’, tidak berpikir’, dan sejenisnya.

Falasi sangat efektif dan manjur untuk melakukan sejumlah aksi amoral, seperti mengubah opini publik, memutar balik fakta, pembodohan publik, provokasi sektarian, pembunuhan karakter, memecah belah, menghindari jerat hukum, dan meraih kekuasaan dengan janji palsu.

Ada beberapa hal yang mengakibatkan kesalahan berfikir dan itu sering tidak disadari orang, baik orang yang berfikir sendiri, maupun orang yang mengikuti buah pikiran itu. Ini pun dalam logika dirumuskan dan diberi nama. Sebelum kamu memajukan hal-hal yang betul-betul merupakan kesalahan berfikir, kami sebut dulu dua hal yang sebetulnya bukan kesalahan, tetapi sering membingungkan dan disalahgunakan, untuk membawa orang lain ke konklusi yang salah.

Di dalam logika deduktif, kita dengan mudah memperoleh kesesatan karena adanya kata-kata yang disebut homonim, yaitu kata yang memiliki banyak arti yang dalam logika biasanya disebut kesalahan semantik atau bahasa. Kesalahan semantik itu dapat pula disebut ambiguitas. Adapun untuk menghindari ambiguitas dapat dengan berbagai cara, misalnya menunjukkan langsung adanya kesesatan semantik dengan mengemukakan konotasi sejati. Memilih kata-kata yang hanya arti tunggal, menggunakan wilayah pengertian yang tepat, apakah universal atau partikular. Dapat juga dengan konotasi subyektif yang berlaku khusus atau obyektif yang bersifat komprehensif.

Kesesatan di dalam logika induktif dapat dikemukakan seperti prasangka pribadi, pengamatan yang tidak lengkap atau kurang teliti, kesalahan klasifikasi atau penggolongan karena penggolongannya tidak lengkap atau tumpang tindih maupun masih campur aduk. Kesesatan juga bisa terjadi pada hipotesis karena suatu hipotesis bersifat meragukan yang bertentangan dengan fakta. kemudian yang berkaitan dengan sebab adalah antiseden yang tidak cukup, dan analisis yang perbedaannya tidak cukup meyakinkan. Tidak cukupnya perbedaan itu menjadikannya suatu kecenderungan homogen, masih pula terdapat kebersamaan yang sifatnya kebetulan. Kesalahan juga terjadi karena generalisasi yang tergesa-gesa, atau analogi yang keliru. Kesalahan juga terjadi karena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari. Sebuah argumen yang premis-premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulannya merupakan argumen yang “salah” sekalipun semua premisnya itu mungkin benar.

Macam – macam kesesatan atau kekeliruan dalam berpikir yang sering terjadi :

A. KEKELIRUAN FORMAL

Adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logika mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen. Macam – macam kesesatan formal :

1. Fallacy of Four Terms (Kekeliruan Karena Menggunakan Empat Term)

Kesesatan berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena term penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharuskan hanya tiga term.
Contoh :
Semua perbuatan mengganggu orang lain diancam dengan hukuman. Menjual barang di bawah harga tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang lain. Jadi menjual harga di bawah tetangganya diancam dengan hukuman       

Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan. Orang berpenyakit panu adalah membuat penularan penyakit, jadi harus diasingkan.

2. Fallacy of Unditributed Middle (Kekeliruan Karena Kedua Term Penengah Tidak Mencakup) 
Contoh :
Orang yang terlalu banyak belajar kurus. Dia kurus sekali, karena itu tentulah ia banyak belajar. Semua anggota PBB adalah Negara merdeka. Negara itu tentu menjadi anggota PBB karena memang negara merdeka.

3. Fallacy of Illicit Process (Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar)

Kekeliruan berfikir karena term premis tidak mencakup (undistributed) tetapi dalam konklusi mencakup.
Contoh :
Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura, karena iitu ia bukan binatang melata.

Kuda adalah binatang, sapi bukan kuda jadi ia bukan binatang.

4. Fallacy of Two Negative Premises (Kekeliruan Karena Menyimpulkan daru Dua Premis yang Negatif)

Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative. Apabila terjadi demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi.
Contoh :
Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertontonkan dan tidak satu pun drama Shakespeare mudah dipertontonkan, maka semua drama Shakespeare adalah baik.

Tidak satu pun barang yang baik itu murah dan semua barang di toko itu adalah tidak murah, jadi kesemua barang di toko itu adalah baik.

5. Fallacy of Affirming the Consequent (Kekeliruan Karena Mengakui Akibat)

Kekeliruan berfikir dalam silogisme hipoteka karena membenarkan akibat kemudian membenarkan pula akibatnya.
Contoh :
Bila kita bisa berkendaraan secapat cahaya, maka kita bisa mendarat di bulan. Kita telah dapat mendarat di bulan berarti kita telah dapat berkendaraan secepat cahaya.

Bila pecah perang harga barang-barang baik. Sekarang harga naik, jadi perang telah pecah.

6. Fallacy of Denying Antecedent (Kekeliruan Karena Menolak Sebab)

Kekeliruan berfikir dalah silogisme hipoteka karena mengingkari sebab kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana.
Contoh :
Bila permintaan bertambah harga naik. Nah, sekarang permintaan tidak bertambah, jadi harga naik.

Bila datang elang maka ayam berlarian, sekarang elang tidak datang, jadi ayam tidak berlarian.

7. Fallacy of Disjunction (Kekeliruan dalam Bentuk Disyungtif)

Kekeliruan berfikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari alternative pertama, kemudian membenarkan alternative lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran alternative pertama, bisa juga tidak terlaksananya alternative yang lain.
Contoh :
Dia lari ke Jakarta atau ke Bandung. Ternyata tidak di Bandung, berarti dia ada di Jakarta. (Dia bisa tidak di Bandung maupun di Jakarta)

8. Fallacy of Inconsistency (Kekeliruan Karena tidak Konsisten)

Kekeliruan berfikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang diakui sebelumnya.
Contoh :
Tuhan adalah Maha kuasa, karena itu Ia bisa menciptakan Tuhan lain yang lebih kuasa dari Dia.



B. KEKELIRUAN INFORMAL

1. Fallacy of Hasty Generalization (Kekeliruan Karena Membuat Generalisasi yang Terburu-buru)

Kekeliruan berfikir karena tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu mengambil kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit, sehinggga kesimpulan yang ditarik melampau batas lingkungannya.
Contoh :
Dia orang Islam mengapa membunuh. Kalau begitu orang Islam memang jahat.

Panen di kabupaten itu gagal, kalau begitu tahun ini Indonesia harus mengimpor beras.

2. Fallacy of Forced Hypothesis (Kekeliruan Karena Memaksakan Praduga)

Kekeliruan berfikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan.
Contoh :
Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya. Seseorang menyatakan bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu percekcokan karena diketahuinya selama ini orang itu kurang harmonis hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan besi pagar.

3. Fallacy of Begging the Question (Kekeliruan Kerna Mengundang Permasalahan)

Kekeliruan berfikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus dibuktikan dahulu kebenarannya.
Contoh :
Surat kabar X merupaka sumber informasi yang reliable, karena beritanya tidak pernah basi. (Di sini orang hendak membuktikan bahwa surat kabar X memang merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya berdasarkan pemberitaannya yang up to date, tanpa dibuktikan pemberitaannya memang dapat diuji kebenarannya).

4. Fallacy of Circular Argument (Kekeliruan Karena Menggunakan Argumen yang Berputar)

Kekeliruan berfikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian konklusi tersebut dijadikan premis sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen berikutnya.
Contoh :
Ekonomi Negara X tidak baik karena banyak pegawai yang korupsi. Mengapa banyak pegawai yang korupsi? Jawabnya karena ekonomi Negara kurang baik.

5. Fallacy of Argumentative Leap (Kekeliruan Karena Berganti Dasar)

Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturunkan dari premisnya. Jadi mengambil kesimpulan melompat dari dasar semula.
Contoh :
Ia kelak menjadi mahaguru yang cerdas, sebab orang tuanya kaya.

Pantas ia cantik karena pendidikannya tinggi.

Bentuk tulisannya bagus, jadi ia adalah anak yang pandai.

6. Fallacy of Appealing to Authority (Kekeliruan Karena Mendasarakan pada Otoritas)

Kekeliruan berfikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau kehormatan seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas ahli tersebut.
Contoh :
Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan demikian. (Dokter Haris adalah ahli kesehatan, bukan insinyur bangunan).

7. Fallacy of Appealing to Force (Kekeliruan Karena Mendasarkan Diri pada Kekuasaan)

Kekeliruan berfikir karena berargumen dengan kekuasaan yang dimiliki, seperti menolak pendapat/argumen seseorang dengan menyatakan:
Kau masih juga membantah pendapatku. Kau baru satu tahun duduk dibangku perguruan tinggi, aku sudah lima tahun.

8. Fallacy of Abusing (Kekeliruan Karena Menyerang Pribadi)

Kekeliruan berfikir karena menolak argumen yang dikemukakan seseorang dengan menyerang pribadinya.
Contoh :
Jangan dengarkan gagasan dia tentang konsep kemajuan desa ini. Waktu ia menjabat kepala desa di sini ia menyelewengkan uang Bandes (Bantuan Desa).

9. Fallacy of Ignorance (Kekeliruan Karena Kurang Tahu)

Kekeliruan berfikir karena menganggap bila lawan bicara tidak bisa membuktikan kesalahan argumentasinya, dengna sendirinya argumentasi yang dikemukakannya benar.
Contoh :
Kalau kau tidak bisa membuktikan bahwa hantu itu ada maka teranglah pendapatku benar, bahwa hantu itu tidak ada.

10. Fallacy of Complex Question (Kekeliruan Karena Pertanyaan yang Ruwet)

Kekeliruan berfikir karena mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak.
Contoh :
Jam berapa kau pulang semalam? (Yang ditanya sebenarnya tidak pergi. Penanya hendak memaksakan pengakuan bahwa yang ditanya semalam pergi).

11. Fallacy of Oversimplification (Kekeliruan Karena Alasan Terlalu Sederhana)

Kekeliruan berfikir karena berargumentasi dengan alasan yang tidak kuat atau tidak cukup bukti.
Contoh :
Kendaraan buatan Honda adalah terbaik, karena paling banyak peminatnya.

12. Fallacy of Accident (Kekeliruan Karena Menetapkan Sifat)

Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat bukan keharusan yang ada pada suatu benda bahwa sifat itu tetap ada selamanya.
Contoh :
Daging yang kita makan hari ini adalah dibeli kemarin. Daging yang dibeli kemarin adalag daging mentah. Jadi hari ini kita makan daging mentah.

13. Fallacy if Irrelevent Argument (Kekeliruan Karena Argumen yang Tidak Relevan)

Kekeliruan berfikir karena mengajukan argument yang tidak ada hubungannya dengan masalah yang menjadi pokok pembicaraan.
Contoh :
Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkau mau telanjang berangkat ke perjamuan itu?

14. Fallacy of False Analogy (Kekeliruan Karena Salah Mengambil Analogi)

Kekeliruan berfikir karena menganalogikan dua permasalahan yang kelihatannya mirip, tetapi sebenarnya berbeda secara mendasar.
Contoh :
Seniman patung memerlukan bahan untuk menciptakan karya-karya seni, maka Tuhan pun memerlukan bahan dalam menciptakan alam semesta.

15. Fallacy of Appealing to Pity (Kekeliruan Karena Mengundang Belas Kasihan)

Kekeliruan berfikir karena menggunakan uarain yang sengaja menarik belas kasihan untuk mendapatkan konklusi yang diharapkan.
Uraian itu sendiri tidak salah tetapi menggunakan uraian-uraian yang menarik belas kasihan agar kesimpulan menjadi lain. Padahal masalahnya berhubungan dengan fakta, bukan dengan perasan inilah letak kekeliruannya. Kekeliruan pikir ini sering digunakan dalam peradilan oleh pembela atau terdakwa, agar hakim memberikan keputusan yang sebaik-baiknya, seperti pembelaan Clarence Darrow, seorang penasihat hukum terhadap Thomas I Kidd yang dituduh bersekongkol dalam beberapa perbuatan criminal dengan mengatakan sebagai berikut :

Saya sampaikan pada anda (para yuri), bukan untuk kepentingan Thomas Kidd tetapi menyangkut permasalahan yang panjang, ke belakang ke masa yang sudah lampau maupun ke depan masa yang akan datang, yang menyangkut seluruh manusia di bumi. Saya katakan pada anda bukan untuk Kidd, tetapi untuk mereka yang bangun pagi sebelum dunia menjadi terang dan pulang pada malam hari setelah langit diteraingi bintang-bintang, mengorbankan kehidupan dan kesenangnnya, bekerja berat demi terselenggarakannya kemakmuran dan kebesaran, saya sampaikan pada anda demi anak-anak yang sekarang hidup maupun yang akan lahir.




Sumber :  http://id.wikipedia.org/wiki/Kesesatan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar