PENGERTIAN FALLACIES
Falasi berasal dari fallacia atau
falaccy dalam bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’. Falasi
didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang diakibatkan oleh
ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja
maupun tidak sengaja. Ia juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana dengan
‘ngawur’.
Begitu banyak manusia yang terjebak
dalam lumpur falasi, sehingga diperlukan sebuah aturan baku yang dapat
memandunya agar tidak terperosok dalam sesat pikir yang berakibat buruk
terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tapi tidak mengikuti
aturannya, terlihat seperti berpikir benar dan bahkan bisa mempengaruhi orang
lain yang juga tidak mengikuti aturan berpikir yang benar. Karena itu,
al-Qur’an sering kali mencela bahwa ‘sebagian besar manusia tidak berakal’,
tidak berpikir’, dan sejenisnya.
Falasi sangat efektif dan manjur
untuk melakukan sejumlah aksi amoral, seperti mengubah opini publik, memutar
balik fakta, pembodohan publik, provokasi sektarian, pembunuhan karakter,
memecah belah, menghindari jerat hukum, dan meraih kekuasaan dengan janji
palsu.
Ada beberapa hal yang mengakibatkan
kesalahan berfikir dan itu sering tidak disadari orang, baik orang yang
berfikir sendiri, maupun orang yang mengikuti buah pikiran itu. Ini pun dalam
logika dirumuskan dan diberi nama. Sebelum kamu memajukan hal-hal yang
betul-betul merupakan kesalahan berfikir, kami sebut dulu dua hal yang
sebetulnya bukan kesalahan, tetapi sering membingungkan dan disalahgunakan,
untuk membawa orang lain ke konklusi yang salah.
Di dalam logika deduktif, kita
dengan mudah memperoleh kesesatan karena adanya kata-kata yang disebut homonim,
yaitu kata yang memiliki banyak arti yang dalam logika biasanya disebut
kesalahan semantik atau bahasa. Kesalahan semantik itu dapat pula disebut
ambiguitas. Adapun untuk menghindari ambiguitas dapat dengan berbagai cara,
misalnya menunjukkan langsung adanya kesesatan semantik dengan mengemukakan
konotasi sejati. Memilih kata-kata yang hanya arti tunggal, menggunakan wilayah
pengertian yang tepat, apakah universal atau partikular. Dapat juga dengan
konotasi subyektif yang berlaku khusus atau obyektif yang bersifat
komprehensif.
Kesesatan di dalam logika induktif
dapat dikemukakan seperti prasangka pribadi, pengamatan yang tidak lengkap atau
kurang teliti, kesalahan klasifikasi atau penggolongan karena penggolongannya
tidak lengkap atau tumpang tindih maupun masih campur aduk. Kesesatan juga bisa
terjadi pada hipotesis karena suatu hipotesis bersifat meragukan yang
bertentangan dengan fakta. kemudian yang berkaitan dengan sebab adalah
antiseden yang tidak cukup, dan analisis yang perbedaannya tidak cukup
meyakinkan. Tidak cukupnya perbedaan itu menjadikannya suatu kecenderungan
homogen, masih pula terdapat kebersamaan yang sifatnya kebetulan. Kesalahan
juga terjadi karena generalisasi yang tergesa-gesa, atau analogi yang keliru.
Kesalahan juga terjadi karena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang
tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari. Sebuah argumen yang
premis-premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulannya merupakan argumen yang
“salah” sekalipun semua premisnya itu mungkin benar.
Macam – macam kesesatan atau kekeliruan dalam berpikir
yang sering terjadi :
A. KEKELIRUAN FORMAL
Adalah kesesatan yang dilakukan
karena bentuk penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini
terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logika mengenai term dan
proposisi dalam suatu argumen. Macam – macam kesesatan formal :
1. Fallacy of Four
Terms (Kekeliruan Karena Menggunakan Empat Term)
Kesesatan berfikir karena
menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena term penengah
diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharuskan hanya tiga term.
Contoh :
Semua perbuatan mengganggu orang lain diancam dengan
hukuman. Menjual barang di bawah harga tetangganya adalah mengganggu
kepentingan orang lain. Jadi menjual harga di bawah tetangganya diancam dengan
hukuman
Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan. Orang
berpenyakit panu adalah membuat penularan penyakit, jadi harus diasingkan.
2. Fallacy of
Unditributed Middle (Kekeliruan Karena Kedua Term Penengah Tidak Mencakup)
Contoh :
Orang yang terlalu banyak belajar kurus. Dia kurus sekali,
karena itu tentulah ia banyak belajar. Semua anggota PBB adalah Negara merdeka.
Negara itu tentu menjadi anggota PBB karena memang negara merdeka.
3. Fallacy of Illicit
Process (Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar)
Kekeliruan berfikir karena term
premis tidak mencakup (undistributed) tetapi dalam konklusi mencakup.
Contoh :
Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura,
karena iitu ia bukan binatang melata.
Kuda adalah binatang, sapi bukan kuda jadi ia bukan
binatang.
4. Fallacy of Two
Negative Premises (Kekeliruan Karena Menyimpulkan daru Dua Premis yang Negatif)
Kekeliruan berfikir karena
mengambil kesimpulan dari dua premis negative. Apabila terjadi demikian
sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi.
Contoh :
Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertontonkan dan
tidak satu pun drama Shakespeare mudah dipertontonkan, maka semua drama
Shakespeare adalah baik.
Tidak satu pun barang yang baik itu murah dan semua barang
di toko itu adalah tidak murah, jadi kesemua barang di toko itu adalah baik.
5. Fallacy of
Affirming the Consequent (Kekeliruan Karena Mengakui Akibat)
Kekeliruan berfikir dalam silogisme
hipoteka karena membenarkan akibat kemudian membenarkan pula akibatnya.
Contoh :
Bila kita bisa berkendaraan secapat cahaya, maka kita bisa
mendarat di bulan. Kita telah dapat mendarat di bulan berarti kita telah dapat
berkendaraan secepat cahaya.
Bila pecah perang harga barang-barang baik. Sekarang harga
naik, jadi perang telah pecah.
6. Fallacy of Denying
Antecedent (Kekeliruan Karena Menolak Sebab)
Kekeliruan berfikir dalah silogisme
hipoteka karena mengingkari sebab kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tidak
terlaksana.
Contoh :
Bila permintaan bertambah harga naik. Nah, sekarang
permintaan tidak bertambah, jadi harga naik.
Bila datang elang maka ayam berlarian, sekarang elang tidak
datang, jadi ayam tidak berlarian.
7. Fallacy of
Disjunction (Kekeliruan dalam Bentuk Disyungtif)
Kekeliruan berfikir terjadi dalam
silogisme disyungtif karena mengingkari alternative pertama, kemudian
membenarkan alternative lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran alternative
pertama, bisa juga tidak terlaksananya alternative yang lain.
Contoh :
Dia lari ke Jakarta atau ke Bandung. Ternyata tidak di
Bandung, berarti dia ada di Jakarta. (Dia bisa tidak di Bandung maupun di
Jakarta)
8. Fallacy of
Inconsistency (Kekeliruan Karena tidak Konsisten)
Kekeliruan berfikir karena tidak
runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang diakui sebelumnya.
Contoh :
Tuhan adalah Maha kuasa, karena itu Ia bisa menciptakan
Tuhan lain yang lebih kuasa dari Dia.
B. KEKELIRUAN INFORMAL
1. Fallacy of Hasty
Generalization (Kekeliruan Karena Membuat Generalisasi yang Terburu-buru)
Kekeliruan berfikir karena
tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu mengambil kesimpulan umum dari kasus
individual yang terlampau sedikit, sehinggga kesimpulan yang ditarik melampau
batas lingkungannya.
Contoh :
Dia orang Islam mengapa membunuh. Kalau begitu orang Islam
memang jahat.
Panen di kabupaten itu gagal, kalau begitu tahun ini
Indonesia harus mengimpor beras.
2. Fallacy of Forced
Hypothesis (Kekeliruan Karena Memaksakan Praduga)
Kekeliruan berfikir karena
menetapkan kebenaran suatu dugaan.
Contoh :
Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di
pipinya. Seseorang menyatakan bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu
percekcokan karena diketahuinya selama ini orang itu kurang harmonis
hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan besi pagar.
3. Fallacy of Begging
the Question (Kekeliruan Kerna Mengundang Permasalahan)
Kekeliruan berfikir karena
mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus dibuktikan dahulu
kebenarannya.
Contoh :
Surat kabar X merupaka sumber informasi yang reliable,
karena beritanya tidak pernah basi. (Di sini orang hendak membuktikan bahwa
surat kabar X memang merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya
berdasarkan pemberitaannya yang up to date, tanpa dibuktikan pemberitaannya
memang dapat diuji kebenarannya).
4. Fallacy of
Circular Argument (Kekeliruan Karena Menggunakan Argumen yang Berputar)
Kekeliruan berfikir karena menarik
konklusi dari satu premis kemudian konklusi tersebut dijadikan premis sedangkan
premis semula dijadikan konklusi pada argumen berikutnya.
Contoh :
Ekonomi Negara X tidak baik karena banyak pegawai yang
korupsi. Mengapa banyak pegawai yang korupsi? Jawabnya karena ekonomi Negara
kurang baik.
5. Fallacy of
Argumentative Leap (Kekeliruan Karena Berganti Dasar)
Kekeliruan berfikir karena
mengambil kesimpulan yang tidak diturunkan dari premisnya. Jadi mengambil
kesimpulan melompat dari dasar semula.
Contoh :
Ia kelak menjadi mahaguru yang cerdas, sebab orang tuanya
kaya.
Pantas ia cantik karena pendidikannya tinggi.
Bentuk tulisannya bagus, jadi ia adalah anak yang pandai.
6. Fallacy of
Appealing to Authority (Kekeliruan Karena Mendasarakan pada Otoritas)
Kekeliruan berfikir karena
mendasarkan diri pada kewibawaan atau kehormatan seseorang tetapi dipergunakan
untuk permasalahan di luar otoritas ahli tersebut.
Contoh :
Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan
demikian. (Dokter Haris adalah ahli kesehatan, bukan insinyur bangunan).
7. Fallacy of
Appealing to Force (Kekeliruan Karena Mendasarkan Diri pada Kekuasaan)
Kekeliruan berfikir karena
berargumen dengan kekuasaan yang dimiliki, seperti menolak pendapat/argumen
seseorang dengan menyatakan:
Kau masih juga membantah pendapatku. Kau baru satu tahun
duduk dibangku perguruan tinggi, aku sudah lima tahun.
8. Fallacy of Abusing
(Kekeliruan Karena Menyerang Pribadi)
Kekeliruan berfikir karena menolak
argumen yang dikemukakan seseorang dengan menyerang pribadinya.
Contoh :
Jangan dengarkan gagasan dia tentang konsep kemajuan desa
ini. Waktu ia menjabat kepala desa di sini ia menyelewengkan uang Bandes
(Bantuan Desa).
9. Fallacy of
Ignorance (Kekeliruan Karena Kurang Tahu)
Kekeliruan berfikir karena
menganggap bila lawan bicara tidak bisa membuktikan kesalahan argumentasinya,
dengna sendirinya argumentasi yang dikemukakannya benar.
Contoh :
Kalau kau tidak bisa membuktikan bahwa hantu itu ada maka
teranglah pendapatku benar, bahwa hantu itu tidak ada.
10. Fallacy of
Complex Question (Kekeliruan Karena Pertanyaan yang Ruwet)
Kekeliruan berfikir karena
mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak.
Contoh :
Jam berapa kau pulang semalam? (Yang ditanya sebenarnya
tidak pergi. Penanya hendak memaksakan pengakuan bahwa yang ditanya semalam
pergi).
11. Fallacy of
Oversimplification (Kekeliruan Karena Alasan Terlalu Sederhana)
Kekeliruan berfikir karena
berargumentasi dengan alasan yang tidak kuat atau tidak cukup bukti.
Contoh :
Kendaraan buatan Honda adalah terbaik, karena paling banyak
peminatnya.
12. Fallacy of
Accident (Kekeliruan Karena Menetapkan Sifat)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan
sifat bukan keharusan yang ada pada suatu benda bahwa sifat itu tetap ada
selamanya.
Contoh :
Daging yang kita makan hari ini adalah dibeli kemarin.
Daging yang dibeli kemarin adalag daging mentah. Jadi hari ini kita makan
daging mentah.
13. Fallacy if
Irrelevent Argument (Kekeliruan Karena Argumen yang Tidak Relevan)
Kekeliruan berfikir karena
mengajukan argument yang tidak ada hubungannya dengan masalah yang menjadi
pokok pembicaraan.
Contoh :
Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah
engkau mau telanjang berangkat ke perjamuan itu?
14. Fallacy of False
Analogy (Kekeliruan Karena Salah Mengambil Analogi)
Kekeliruan berfikir karena
menganalogikan dua permasalahan yang kelihatannya mirip, tetapi sebenarnya
berbeda secara mendasar.
Contoh :
Seniman patung memerlukan bahan untuk menciptakan
karya-karya seni, maka Tuhan pun memerlukan bahan dalam menciptakan alam
semesta.
15. Fallacy of
Appealing to Pity (Kekeliruan Karena Mengundang Belas Kasihan)
Kekeliruan berfikir karena
menggunakan uarain yang sengaja menarik belas kasihan untuk mendapatkan
konklusi yang diharapkan.
Uraian itu sendiri tidak salah tetapi menggunakan
uraian-uraian yang menarik belas kasihan agar kesimpulan menjadi lain. Padahal
masalahnya berhubungan dengan fakta, bukan dengan perasan inilah letak
kekeliruannya. Kekeliruan pikir ini sering digunakan dalam peradilan oleh
pembela atau terdakwa, agar hakim memberikan keputusan yang sebaik-baiknya,
seperti pembelaan Clarence Darrow, seorang penasihat hukum terhadap Thomas I
Kidd yang dituduh bersekongkol dalam beberapa perbuatan criminal dengan
mengatakan sebagai berikut :
Saya sampaikan pada anda (para yuri), bukan untuk
kepentingan Thomas Kidd tetapi menyangkut permasalahan yang panjang, ke
belakang ke masa yang sudah lampau maupun ke depan masa yang akan datang, yang
menyangkut seluruh manusia di bumi. Saya katakan pada anda bukan untuk Kidd,
tetapi untuk mereka yang bangun pagi sebelum dunia menjadi terang dan pulang
pada malam hari setelah langit diteraingi bintang-bintang, mengorbankan
kehidupan dan kesenangnnya, bekerja berat demi terselenggarakannya kemakmuran
dan kebesaran, saya sampaikan pada anda demi anak-anak yang sekarang hidup
maupun yang akan lahir.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kesesatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar